Kamis, 31 Agustus 2017

Ketika Menjadi Karyawan Yang Disukai Oleh Bos

style='display:block; text-align:center;'/>
Pengalaman kerja saya masih terlalu terbatas untuk sok tahu mengenai masalah ini. Jadi, daripada saya memberikan tips atau trik untuk menjadi karyawan yang disukai bos atau atasan, saya ingin berbagai hal yang pernah saya rasakan saja.

Apa yang terjadi pada saya bukanlah ketika diri saya menjadi orang yang disukai atasan. Justru saya memiliki teman yang sangat disukai atasan. Dan mau tak mau, hal ini sangat berpengaruh pada diri saya pribadi dan bahkan teman-teman satu divisi lainnya. Apalagi, mengingat teman saya ini sebenarnya masih baru.

Ketika masuk, ia sudah terlihat sangat bersemangat dan pada tiga bulan pertama kerja, ia telah dipercaya atasan menjadi kepala berbagai proyek mengalahkan teman-teman yang sudah lama. Tapi teman saya ini benar-benar tidak melakukannya dengan curang. Ia justru bukan orang seperti itu. Ia hanya tipe orang yang sangat bersemangat kerja dan punya social skill yang bagus. Ketika teman-teman yang lainnya banyak menggerutu dan membicarakan hal buruk mengenai atasan di belakangnya, ia tetap optimis dan memuji bos kami itu. Awalnya terlihat lugu, tapi lama-lama sikapnya itu membuatnya naik bertingkat-tingkat di atas karyawan lama.

Menjadi Karyawan yang Disukai Bos

Kalau ditanya, apa perasaan saya, jelas saat itu saya agak kurang merasa enak dengannya. Jujur saja, saya merasa buruk ketika bersamanya sehingga saya cenderung menghindar. Apalagi saya sudah lama bekerja di situ tapi tidak mendapatkan kepercayaan yang sama. Saya memang tidak kasar atau melakukan hal-hal aneh dan curang. Sekali lagi, saya hanya menghindarinya di luar masalah pekerjaan. Pada masalah pekerjaan pun, saya cenderung meminimalisir kontak.

Saya tahu, bahwa statusnya sebagai karyawan yang disukai bos bukan salahnya sendiri. Saya benar-benar tahu hal itu. Tapi saya memang merasa sulit ada di posisi itu karena beban yang berat sebagai orang yang bekerja lebih lama tapi dianggap kurang kompeten.

Untungnya, sekitar 1 bulan berikutnya saya memang sudah berencana resign. Entah sih harus disyukuri atau tidak. Yang jelas, setelah keluar, justru hubungan saya dan teman saya itu jadi sangat bagus.
Dan suatu hari ia cerita pada saya mengenai dirinya yang merasa “ditunggu jatuh oleh teman-teman yang lain”. Dia juga merasa bahwa dirinya tidak enak karena lebih dipercaya atasan dibanding mereka yang sudah lama bekerja di sana.

Saya jelas punya simpati untuknya. Seperti yang saya bilang di atas, ketika saya menghindarinya pun saya tahu persis bahwa kondisi ini bukan salahnya. Kesalahan sayalah yang membuat saya tak bisa dianggap kompeten. Apalagi sejujurnya saya memang tidak segiat dan seniat dia dalam bekerja.
Saat ia curhat begitu, saya hanya bisa menepuk punggungnya dan berkata, “Sabar ya!”
Mau bilang apa lagi coba? Jadi buat pembaca di luar sana yang juga jadi karyawan yang disukai bos tetapi diirikan teman, kesabaran memang harus dijunjung tinggi.

0 komentar:

Posting Komentar