style='display:block; text-align:center;'/>
Berpaling sejenak dari hingar bingar entrepreneurship, kali ini saya ingin mengajak Anda menyelidik aneka kisah sedih pengangguran, baik dari hasil penelitian maupun dari contoh kasus di lapangan.
Mengapa pengangguran? Mengapa tema ini dipilih?
Mengapa pengangguran? Mengapa tema ini dipilih?
Well, tahukah Anda, tingkat pengangguran di dunia dari ke hari tidak menunjukkan perbaikan signifikan? Meski kita memiliki bilionair dan jutawan, tetapi pengangguran tetap selalu ada. Sebab memang ekonomi kita diserahkan ke pasar begitu saja. Tiadanya campur tangan negara yang merupakan ciri negara neoliberal menyebabkan kondisi ini. Padahal, masalah pengangguran bukanlah masalah yang sepele.
Pengangguran bisa menyebabkan berbagai gangguan mental. Rasa kecewa, marah, merasa tertinggal dari yang lain, menyerah, hingga depresi adalah berbagai pengalaman yang digambarkan mereka yang pernah menganggur. Di tengah pembangunan kota yang megah… dan di antara mobil-mobil mewah, seolah tak ada yang peduli dengan dirinya yang tak punya pekerjaan.
Laman psychologytoday menyebutkan ada banyak dampak fatal dari tingkat pengangguran yang tinggi. Sebuah penelitian di Findlandia menyebutkan bahwa laki-laki yang menganggur memiliki 2,5% resiko meninggal lebih tinggi dibanding yang sebelumnya tak menganggur. Pengangguran juga meningkatkan mortalitas (kematian) karena gangguan pernafasan, penyakit kardiovaskuler, bunuh diri, dan kecelakaan. Penelitian lain menyebut bahwa pengangguran terkait dengan tingkat bunuh diri, kecelakaan, dan injury, serta bahwa mereka yang pendidikannya kurang akan menderita jauh lebih banyak.
Bisa diringkas, pengangguran merupakan masa yang bisa menyebabkan masalah bukan hanya di kesehatan mental, namun juga kesehatan fisik. Mengalami kisah sedih pengangguran artinya memiliki masa yang rentan terhadap insomnia, kecemasan, kepanikan, depresi, perasaan rendah diri, malnutrisi, alkoholisme, merokok, hingga penyakit jantung.
Selain itu, menganggur juga bisa menyebabkan “scar effect”. Scar effect artinya efek-efek sampingan seperti pendapatan selama hidup yang lebih rendah dan perasaan takut kehilangan pekerjaan bahkan setelah diterima kerja. Selain itu, menganggur juga menyebabkan penundaan pernikahan maupun memiliki bayi. Berbagai hal ini telah dibuktikan dari data yang dikumpulkan berdasarkan mereka yang mengalami hal tersebut. Dan data tersebut tentu bukan sekedar data. Sekali dua kali, kita pasti akan melihat ada orang yang menyerah karena mengalami masalah ini. Michael Dixon adalah contohnya.
Kisah Sedih Pengangguran: dari US ke Indonesia
Dixon merupakan seorang WN Amerika Serikat. Dan kami menghadirkan kisah sedih Dixon untuk menunjukkan bahwa masalah ini sama saja di manapun kita berada. Dixon malah mungkin dalam kondisi yang lebih parah dari kebanyakan di antara kita. Ia tinggal di rumah temannya tanpa membayar sewa dan menghabiskan waktu seharian untuk mencari kerja. Di usianya yang sudah 38 tahun memang sulit baginya mencari kerja. Apalagi di posisinya yang bahkan tak memiliki rumah untuk dituju.
Kasus serupa pun tak jarang kita temukan di Indonesia. Mudah kok mencari cerita nyata kisah sedih pengangguran yang bahkan sampai berakhir meninggal dunia. Contohnya Waluyo yang setelah lama menganggur (kurang lebih 1 tahun) akhirnya memutuskan gantung diri. Diceritakan dari tribunnews, Sumiyati mengatakan suaminya sebenarnya orang yang baik, namun belakangan menjadi uring-uringan dan hal itu diduga karena dia telah lama menganggur.
Jangan Nyinyir!
Lantas bagaimana kita harus bersikap dengan kondisi seperti ini? Bila bicara “idealnya”, tentu “idealnya” kita bersama-sama menuntut ke pusat untuk memberikan jaminan atas pekerjaan atau jaminan sosial. Jangan malah nyinyir satu sama lain, atau nyinyir ke orang yang sedang menganggur.
Harus dipahami, meminta jaminan sosial itu sebenarnya bukan sesuatu yang tak bisa dilakukan. Hal ini kedengaran sulit karena kita terperangkap dalam cara pikir neoliberal. Kita merasa bahwa pemerintah tak bisa dan tak boleh campur tangan. Bayangkanlah negara ini seperti keluarga besar. Ada orang sekaya HT, ada orang sekaya Salim Group… lalu tiba-tiba ada mereka yang terlunta-lunta tak punya kerja. Buat apa negara ada kalau ketimpangan seperti ini dibiarkan? Apa sebenarnya fungsi negara sebagai kesatuan rakyat? Hanya sekedar persatuan administrasi?
Well, tapi itu sekedar “idealnya”. Bagi kita sendiri, secara personal, usaha-usaha tetap harus dilakukan untuk menjaga mental dan fisik supaya tetap waras. Misalnya dengan mencoba pekerjaan online, narik ojek (buat yang punya motor, why not?), sewakan motor untuk ojek, hingga ikut LSM-LSM dan menjadi guru honorer. Ada kalanya yang Anda butuhkan itu adalah menjaga mental dulu. Dan bekerja meski dengan gaji rendah akan menjaga mental tetap sehat. Cara-cara ini tentu harapannya bisa membunuh satu dari sekian kisah sedih pengangguran yang sedang menimpa Anda.
0 komentar:
Posting Komentar