Senin, 23 Oktober 2017

Ibu Rumah Tangga itu Pekerjaan atau Tidak?

style='display:block; text-align:center;'/>
Gerakan feminisme sama sekali bukan gerakan yang buruk. Namun bukan berarti gerakan itu tanpa kritik. Dan yang ingin saya kritik dari gerakan ini adalah banyaknya rekan-rekan feminis yang malah menganggampang pekerjaan rumah tangga.
Ibu Rumah Tangga adalah profesi! Profesi ini sangat penting dan sebenarnya memerlukan keahlian yang tidak sedikit mulai dari cleaning service, koki, sampai dengan guru dan psikolog anak. Yang disayangkan, masyarakat kita seolah menyepelekan ini. IRT dibiarkan tanpa panduan seolah pekerjaan yang mudah sehingga seorang istri harus mau melayani suami sepulang kerja. Apa dipikir si istri seharian di rumah tidak bekerja?
Ibu Rumah Tangga itu Pekerjaan

Yang makin disayangkan –seperti yang saya tulis di atas- adalah ketika mereka yang feminis juga ikut-ikutan meremehkan pekerjaan ini. Saya pun dulunya sama. Sering saya menganggap bahwa wanita karir merupakan pilihan yang harus dipilih siapapun yang mengaku feminis. Hal yang jelas saja konyol.
Tapi permasalahannya memang tidak semudah itu. Banyak feminis yang menyarankan seorang wanita bekerja karena dengan bekerja mereka bisa mandiri menghasilkan uang. Kondisi ini akan menaikkan nilai tawar mereka di hadapan laki-laki terutama suami mereka. Subordinasi bisa diminimalisir dan pada akhirnya istri bisa dianggap partner bukan bawahan suami.
Solusi yang seharusnya diambil menurut saya adalah penggajian IRT sebagai profesi. Gila?
Iya. Silahkan tertawakan saja kalau ide ini dianggap aneh.
Tapi buat saya dengan kontribusi IRT yang besar bagi keluarga sampai dengan negara, mereka memang perlu mendapat gaji. Demikian juga pekerjaan sejenis yang memerlukan keahlian domestik. Sebut saja pembantu rumah tangga dan babysitter.
Selama ini, karena para feminis ikut-ikutan meremehkan pekerjaan domestik non ibu rumah tangga, para pembantu hingga baby sitter tak memiliki perlindungan apapun. Mereka yang dipanggil majikan bisa bebas menggaji tanpa ada standar UMR yang harus dipenuhi. Ini kan lebih gila.
Dan gilanya lagi, para pembantu yang didominasi wanita itu banyak bekerja pada wanita karir yang mengaku feminis. Kalau demikian caranya, berarti yang terjadi adalah pemindahan subordinasi dari wanita menengah atas ke wanita kelas rendah.

0 komentar:

Posting Komentar