Sabtu, 03 Februari 2018

Pekerjaan Membuat Skripsi Apakah Dosa atau Tidak?

style='display:block; text-align:center;'/>
Saya mau berbagi “aib” ah. Aib saya sendiri kok. Aib ini seputar pengalam saya bekerja sebagai pembuat skripsi. Beberapa dari pembaca mungkin tak akan menganggap pekerjaan membuat skripsi sebagai aib atau bahkan dosa. Tapi buat saya sendiri, pekerjaan ini adalah dosa. Kalau bukan dosa agama, maka ia adalah dosa intelektual.

apakah pekerjaan membuat skripsi untuk orang lain dosa


Awalnya, saya sebenarnya tak ada maksud untuk mengambil pekerjaan tersebut. Saya hanya membaca iklan di sebuah media yang menyatakan sedang mencari lulusan S1 semua jurusan untuk bekerja di sebuah lembaga penelitian. Kalau tidak salah, lowongan yang dibuka ialah sebagai “staff input data”.

Tanpa tahu apa sebenarnya yang saya lamar, saya masukkan CV saya ke alamat email yang disediakan. Sekitar seminggu kemudian saya ditelpon dan diwawancara. Proses wawancara ini berjalan sangat lancar dan cepat. Pada dasarnya, bapak yang mewawancarai saya sudah sepakat dengan kualifikasi saya dan hanya bicara soal gaji.

Gaji yang ditawarkan sebenarnya kecil untuk ukuran lulusan S1. Tapi dari gaji pokok itu nantinya masih ditambah dengan penghasilan tambahan dari klien. Saya yang masih unyu karena masih fresh graduate tidak bertanya apa maksudnya dan hanya mengiyakan.

Sekitar 3 hari berikutnya saya langsung masuk kerja, dan saya berusaha untuk membiasakan diri dengan suasana kantor tersebut. Saya masih tidak tahu kalau saya bekerja di tempat atau jasa pembuatan skripsi. Konyol ya?

Ya habis gimana donk? Karyawan lama yang saya tanya tidak pernah menjawab dengan jelas. Mereka hanya bilang mereka di bagian statistik, di bagian bahasa, CS, dan seterusnya. Paling mentok mereka bilang mereka bekerja sebagai konsultan di jasa konsultasi skripsi. Atau mungkin dulu saya yang kelewat bodoh sih. Haha…

Lima hari kerja pertama saya yang blank pelan-pelan mulai sadar kalau pekerjaan yang saya jalani adalah pekerjaan membuat skripsi. Sebab, di hari kelima itu saya disuruh mengoreksi skripsi bagian pendahuluan oleh anak Universitas ternama di negeri ini.

Astaga… kaget saya. Kaget pertama karena saya merasa konyol mengerjakan skripsi orang, dan kaget kedua karena ternyata status universitas ternama tidak menjamin kualitas mahasiswanya.

Ajaib skripsi yang saya tangani kala itu. Latar belakangnya seperti orang ngelantur yang tak tahu arah apa yang akan dibicarakan.
Skip… skip…

Saya pun mengalami pergolakan batin menjalani pekerjaan membuat skripsi orang lain. Saya menganggap pekerjaan itu dosa intelektualitas. Saya merasa berkhianat pada dunia akademik. Dan terakhir, saya tidak tahu mau ditaruh mana muka saya kalau ada teman dan dosen yang tiba-tiba tanya saya bekerja sebagai apa dan di mana. Masa saya bilang ke dosen kalau saya kerja di jasa konsultasi skripsi! What…

Memasuki hari ketujuh, saya bilang ke orangtua saya bahwa saya tidak sanggup lagi ambil pekerjaan itu. Mulanya orangtua saya menentang karena menganggap mencari pekerjaan itu sulit (memang benar, di tempat saya mencari pekerjaan itu susah).

Tapi saya tetep kekeuh (cieeee… dah kayak apa) untuk berhenti. Saya pun mengundurkan diri dan kembali bertualang di antara iklan loker koran hingga job fair yang diadakan universitas.

0 komentar:

Posting Komentar